Sejarah Batik
Jambi Dahulu, produksi dan perdagangan batik jambi secara terbatas terdapat pada masa kesultanan. Batik jambi merupakan hasil kerajinan yang tidak dapat dimiliki oleh sembarang orang, ia dikomsumsi hanya oleh masyarakat yang mempunyai tingkat kehidupan sosial tinggi, misalnya kerabat kerajaan atau kaum bangsawan. Dengan berakhirnya pemerintahan kesultanan jambi, produksi batik jambi menurun secara drastis. Kalaupun ada pengrajin batik, itu pun dikerjakan oleh beberapa pengrajin yang sudah tua. Pada masa penjajahan belanda, berita tentang batik jambi marak kembali dengan munculnya berbagai artikel yang ditulis oleh para penulis belanda , salah satunya adalah B.M. Goslings. Dalam artikelnya, Goslings menyatakan bahwa atas persetujuan Prof. Vam Eerde dia meminta Residen Jambi H.E.K. Ezermann untuk meneliti batik Jambi. Sekitar oktober 1928 datang tanggapan dari Ezermann, bahwa di Dusun tengah pada waktu itu memang sesungguhnya ada pengrajin seni batik dan menghasilkan karya yang indah. (B.M. Goslings, 1928, 141) Berdasarkan itu pula sudah terlihat bahwa semenjak jaman kesultanan jambi, jaman penjajahan belanda, jepang bahkan sampai perang kemerdekaan, terdapat kerajinan batik di daerah jambi akan tetapi belum berproduksi secara massal. Sejak pembangunan Orde Baru, pembinaan dan pengembangan batik jambi telah dilakukan kembali secara insentif dan massal, jika pada era 1980an yang dominan adalah warna-warna jambi asli, pada era 90an yang digunakan adalah warna-warna pekalongan dan cirebon yang lebih cerah. Kini, batik Jambi kembali ke warna aslinya. Batik tulis jambi memiliki ciri khas yang unik dan eksotis. Baik dari segi warna maupun motifnya. Sebagian besar pewarna batik jambi diambil dari bahan-bahan alami, yaitu campuran dari aneka ragam kayu dan tumbuh-tumbuhan yang ada di jambi, seperti getah kayu lambato dan buah kayu bulian, daun pandan, kayu tinggi dan kayu sepang. Selain itu, ada juga campuran dari dua jenis bahan yang tidak terdapat di jambi seperti biji pohon tinggi dan daun nila, yang biasanya didatangkan langsung dari Yogyakarta. Selain bahan pewarnanya, batik tulis jambi kaya dengna aneka motif dengan warna cerah sebagai simbol keceriaan dan keriangan masyarakat jambi. Tercatat lebih dari 31 motif batik tulis jambi yang masih dapat dijumpai, seperti candi muara jambi, kaca piring, puncung rebung, angso duo bersayap mahkota, bulan sabit, pauh ( mangga ), Antlas ( Tanaman ), Awan Berarak, dan Riang-Riang. Kita harus bangga karena Batik merupakan hasil warisan budaya dunia asal Indonesia. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki batik dengan ciri khasnya masing-masing. Batik sebagai salah satu warisan budaya bangsa, mencerminkan ciri khas dan karakteristik Bangsa Indonesia yang bersifat sosio kultural. Hampir diwilayah Indonesia mempunyai nama batik sendiri. Adapun macam batik yang ada di Indonesia. Jambi pun demikian. Jambi juga memiliki jenis batik sendiri yang motifnya khas tentang keadaan sekitar Jambi, seperti: tanaman dan hewan sekitar. Corak-corak batik Jambi yang terkenal antara lain: Kepak Lepas, Cendawan, Batang Hari, Gong, Ayam, Matohari, Anggur, Duren Pecah, Kaco Piring, Kupu-Kupu, Pauh, Kembang Duren, Keladi, Angsoduo, Bayam Ginseng, Kapal Sanggat, Atlas, dan lainnya. Batik Jambi terpusat di desa jambi seberang (seberang Sungai Batanghari). Di sanalah, terdapat sanggar batik yang merupakan pusat pengrajin batik Jambi. Di daerah ini pula, warga asli Jambi bertempat tinggal. Menurut pengrajin batik Jambi, terdapat pihak-pihak yang mencoba meniru desain dan corak mereka. Para pengrajin batik di sana mengatakan kualitas batik mereka dapat diadu kualitasnya dengan batik tiruan. Untuk cara pembuatannya, batik jambi sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu batik tulis (dengan lilin) dan batik cap (terdapat pola untuk dicap pada kain). Untuk bahannya, biasanya dibuat di bahan sutra dan katun. Untuk harga bervariasi, tergantung dari cara pembuatan dan bahan. Batik tulis memiliki harga lebih mahal dibanding batik cap. Batik berbahan sutera juga lebih mahal dibanding batik berbahan katun. Harganya bervariasi mulai Rp 50.000/meter hingga jutaan rupiah per meter tergantung pesanan. Untuk penamaan batik, selain menggunakan corak, terkadang pengrajin batik juga menamakan batiknya dengan nama tokoh atau artis di Indonesia. Jadi jangan heran jika terdapat batik SBY dan batik Dorce. Hal tersebut dikarenakan, Pak SBY membeli banyak bahan batik Jambi dari tempat tersebut. Demikian pula dengan Dorce yang melakukan kunjungan dan membeli banyak motif yand dimaksud. Saya dan Putri pun sempat membeli 7 lembar kain batik Jambi (total lebih dari 14 meter) untuk oleh-oleh, dengan harapan nanti penjual bisa menamakannya dengan nama kami, batik Prabu dan batik Putri, setelah kami pulang.
Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu